Study
Komporatif Tentang Pemanfaatan
Barang
Gadai Oleh Penerima Gadai
Menurut
Imam Malik Dan Imam Al-Shafi’i
A. Latar Belakang Masalah
Manusia di dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari kadang-kadang tidak dapat dicukupi dengan harta yang
dimilikinya. Untuk kebutuhan mendesak seperti pengobatan, biaya hidup dan
lain-lainnya orang sering terpaksa meminjam kepada orang lain. Pinjam meminjam
merupakan hal yang diperlukan dalam hidup sehari-hari. Maka islam memberikan
peraturan-peraturan tentang masalah ini. Islam mengajarkan tolong menolong
sesama manusia sebagaimana firman Allah surat al-Maidah ayat 3.
Bentuk tolong menolong yang dilakukan
untuk mencukupi kebutuhannya adalah gadai. Perjanjian ini telah telah
dibenarkan oleh ajaran islam, berdasarkan surat al- Baqarah ayat 283. Pada saat
itu Rasulullah saw pernah melaksanakan akad gadai seperti yang diterangkan pada
salah satu hadits.
عن عائشت رضى الله عنه ان النبى صلى الله عليه وسلم اشترى طعا ما من يهوودى
الى اجل ورهنة در عا من حديد (روه البخا رى ومسلم)
“ Dari ‘Aisyah RA berkata, bahwasannya
Nabi Saw pernah memberi makanan dari orang yahudi sampai kepada waktu yang
telah ditentukan dan beliau mengadaikannya dengan suatu baju besi”.
Berdasarkan ayat al-quran
dan hadits ulama’ sepakat tentang kebolehan gadai dan tidak memperselisihkan
tentang kebolehan dari landasan hukumnya, apabila telah memenuhi beberapa
syarat dan rukunnya. Barang yang dapat dijadikan jaminan gadai menurut hokum
islam ada dua yaitu:
1.
Semua barang bergerak dan
2.
Semua barang tidak bergerak
Dengan syarat barang atau benda tersebut mempunyai
nilai. Bolehkah pihak penerima gadai memanfaatkan barang jaminan gadai. Para
ulama’ berbeda pendapat tentang kebolehan pemanfaatan barang jaminan gadai oleh
penerima barang jaminan gadai.
·
Imam al- Shafi’I berpendapat bahwa yang berhak mengambil manfaat dari
barang yang digadaikan adalah orang yang mengadaikan barang tersebut dan bukan
penerima gadai.
·
Imam Malik berpendapat bahwa yang berhak menambil manfaat dari barang
jaminan gadai adalah pihak yang mengadaikan, tetapi walaupun demikian pihak
penerima gadai bisa mengambil manfaat dari barang jaminan gadai dengan
syarat-syarat tertentu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pendapat Imam Malik dan Imam al-Shafi’I tentang pemanfaatan
barang gadai?
2.
Bagaimana pendapat Imam Malik dan Imam al-Shafi’I tentang
pertangungjawaban rusak dan musnahnya barang gadai?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui pendapat Imam Malik dan Imam al-Shafi’I tentang
pemanfaatan barang gadai yang meliputi dasar hukumnya.
2.
Untuk mengetahui pendapat Imam Malik dan Imam al-Shafi’I tentang
pertangungjawaban rusak dan musnahnya barang gadai.
D.
Kegunaan Penelitian
Studi ini diharapkan bermanfaat
atau berguna untuk:
1.
Kegunaan terapan.
Sebagai
bahan kajian untuk dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian berikutnya.
2.
Kegunaan akademik
Penelitian
ini digunakan dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh
gelar sarjana dalam bidang ekonomi
islam.
E.
Metode Yang Digunakan
Ø penelitian ini adalah library research, dalam
hal ini literature-literatur atau data-data yang akan diteliti adalah pendapata
imam as- Shafi’I tentang pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai. Pendapat imam Malik tentang pemanfaatan
barang gadai oleh penerima gadai, serta literature atau data yang mendukung hal ini terdapat dua Sumber data yaitu:
1.
sumber data primer
sumber
data primer merupakan buku- buku yang dijadikan rujukan utama penelitian.
2.
sumber data sekunder.
Sumber
ini berasal dari buku-buku yang penulis rujuk untuk melengkapi data-data yang
tersedia dalam sumber data primer.
Ø Dilihat dari jenis data penelitian ini, penelitian ini
masuk dalam lingkup penelitian kualitatif.
Ø Analisa data penulis mengunakan analisis deskriptif
dan komporatif analisis.
F.
Teori Atau Konsep yang Digunakan.
Gadai Menurut Imam Malik
1.
Pengertian
Ulama’
Malikiyah mendefinisikan dengan:
شئ متقول يؤخد من ما لكه توثقا به فى دين لازم
“sesuatu yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan
hutang yang bersifat tetap”.
Menurut mereka yang dijadikan sebagai barang jaminan (agunan)
tidak hanya harta yang bersifat materi, tetapi juga harta yan bersifat manfaat
tertentu.
Persamaan pengertian gadai menurut imam Shafi’I dan
imam Malik:
a.
Gadai adalah salah satu dari kategori utang piutang.
b.
Untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang yang disebut dalam ta’arif dengan
wathiqatun (kepercayaan).
c.
Barang jaminan dapat dijual untuk membayar utang orang yang berhutang
baik sebagian maupun seluruhnya.
d.
Barang jaminan tetap milik orang yang mengadaikan.
e.
Gadai menurut syariat islam berarti penahanan atau pengekangan.
Istilah yang
dipergunakan dalam perjanjian gadai menurut ketentuan syariat islam:
a.
Rahin (pemilik barang atau yang berhutang)
b.
Murtahin (orang yang mengutangkan atau penerima gadai)
c.
Rahn (obyek atau barang yang digadaikan)
2.
Dasar hokum gadai
Dasar
hokum diperbolehkannya akad gadai adalah surat Al-Baqarah ayat 283.
3.
Syarat dan rukun gadai
Menurut
Jumhur ulama’ (imam al-Shafi’I, imam Hambali dan imam Malik):
a.
Aqid (orang yang melakukan aqad)
·
Rahin (orang yang mengadaikan barang)
·
Murtahin (orang yang berpiutang)
b.
Ma’qud ‘alaih (yang diakadkan)
·
Marhun (barang yang digadaikan)
·
Dayn marhun bih (hutang yang barangnya diadakan gadai)
c.
Shighat (aqad gadai)
Syarat
gadai menurut imam malik terbagi menjadi 4 bagian:
a.
Berhubungan dengan rahin dan murtahin
b.
Berhubungan dengan marhun
c.
Berhubungan dengan hutang gadai (marhun bih)
d.
Berhubungan dengan aqad atau shighat.
4.
Pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai.
a.
Hokum penggunana barang jamianan gadai oleh si penerima gadai. Imam
Malik berpendapat manfaat dari barang
jaminan itu adalah hak yang menggadaikan dan bukan bagi penerima gadai.
b.
Dasar hokum terhadap pemanfaatan barang jaminan gadai oleh penerima
gadai. Metode dan dasar hukumnya yang
dipakai oleh imam Malik dalam menetapkan ketentuan hokum fikih adalah :
·
Al- Qur’an
·
Sunnah rasul yang telah beliau pandang sah.
·
Ijma’, imam Malik lebih mengutamakan ijma’ para sahabat Nabi SAW dari
pada qiyas.
·
Qiyas
·
Istislah.
Dasar hokum yang
digunakan oleh imam Malik untuk menentukan boleh tidaknya murtahin mengambil
manfaat atas barang gadai adalah sama dengan dasar hokum yang dipakai oleh imam
al-Shafi’I yaitu hadis Abu Hurairah dan Ibn Umar.
Dalm kitab
muwatta' dijelaskan tentang tidak boleh mempermilikkan barang gadaian. Pendapat
Imam Malik memberika pengertian bahwa penggadai tidak boleh mensyaratkan
kepemilikan atas barang jaminan gadai oleh penerima gadai bila pada waktu yang
telah disepakati bersama antara rahin dan murtahin, rahin belum mampu
mengembalikan uangnya.
Ulama’ Malikiyah
berpendapat bahwa hasil- hasil dari barang gadaian, tetap hak yang mengadaikan
selama yang menerima gadai tidak mensyaratkan bahwa hasil itu untuknya, dapat
menjadikan hasil untuknya dengan tiga syarat.
a.
Hutang terjadi disebabkan karena jual beli dan bukan qirad.
b.
Jika penerima gadai mensyaratkan agar keuntungan dari barang itu
untuknya.
c.
Pengambilan keuntungan dari barang gadai oleh penerima gadai itu harus
ditentukan batas waktunya.
5.
Pertanggung jawaban terhadap rusak atau musnahnya barang gadai.
Menurut imam Malik bahwa yang harus bertanggungjawab
bila barang gadai itu rusak atau musnah adalah penggadai, karena dia yang
berhak untuk mengambil manfaat dari barang jaminan gadai tersebut.
Gadai Menurut Imam Al-Shafi’i
1.
Pengertian dan dasar hokum gadai
Menurut
ulama’ al-Shafi’I dan Hanabilah mendefinisikan:
“Menjadikan materi (barang) sebagai jaminan hutang,
yang dapat dijadikan pembayaran utang apabila orang yang berhutang tidak bisa
membayar hutangnya itu”.
Definisi yang dikemukakan madhab al-Shafi’I dan madhab
Hanabilah ini mengandung pengertian bahwa barang yang bisa dijadikan agunan
hutang tersebut hanyalah harta yang bersifat materi, tidak termasuk manfaat
sebagaimana yang dikemukakan ulama’ madhab Maliki.
Dalam hokum
islam, gadai merupakan suatu bentuk mu’amalah yang diperbolehkan, dasarnya
surat al –Baqarah ayat 283, sedangkan dalam al-sunnah dapat ditemukan pada
praktek mu’amalah Rasulullah SAW, dalam melaksanakan aqad gadai.
2.
Syarat dan rukun gadai
Pada
intinya rukun gadai ada empat unsur:
a.
Sighat (ijab dan qabul)
b.
‘aqid (penggadai atau penerima gadai)
c.
Marhun (barang gadai)
d.
Marhun bih (utang)
Imam Shafi’I membagi syarat rahn kedalam dua kelompok
besar yaitu:
a.
Syarat lazim, diserahkannya marhun
(kedalam penguasaan murtahin).
b.
Syarat sah, ada beberapa macam:
·
Syarat sah yang terkait dengan masalah aqad, yang dimaksud dengan aqad
adalah dengan cara bagaimana ijab qabul yang merupakan rukun akad itu
dinyatakan.
·
Syarat sah yang terkait dengan kedua pihak (rahin dan murtahin), yaitu
keadaan mereka berdua yang sudah baligh, berakal, sehat dan tidak dalam keadaan
terpaksa.
3.
Pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai.
Pendapat imam Shafi’I tentang pengambilan manfaat dari
hasil barang jaminan gadai oleh penerima gadai.
a.
Hokum pemanfaatan barang jaminan gadai oleh penerima gadai dalam kitab
al-umm, imam al-Shafi’I mengatakan:
“Manfaat dari barang jaminan adalah bagi yang
mengadaikan, tidak ada suatupun dari barang jaminan itu bagi yang menerima
gadai”.
Bahwa yang berhak mengambil manfaat dari barang yang
digadaikan itu adalah orang yang mengadaikan barang tersebut dan dan bukan
penerima gadai. Walaupun yang mempunyai hak untuk mengambil manfaat dari barang
jaminan itu orang yang mengadaikan, namun kekuasaan atas barang jaminan gadai
itu ada di tangan si penerima gadai.
b.
Dasar hokum terhadap pemanfaatan barang jaminan gadai oleh penerima
gadai.
Dalam
menetapka hokum dasar yang dipakai oleh imam Shafi’I ialah:
·
Al- Qur’an
·
As Sunnah
·
Ijma’
·
Qiyas
·
Istidlal (istishhab)
Dasar hokum yang
telah digunakan imam Shafi’I untuk menetapkan bagaimana hukumnya tentang
pemanfaatan barang jaminan gadai oleh penerima gadai adalah as-sunnah.
4.
Pertanggung jawaban terhadap rusak atau musnahnya barang gadai.
Didalam al-umm, imam al-Shafi’I berkata: apabila
seseorang mengadaikan sesuatu kepada orang lain, lalu pihak yang diberi gadai
telah menerimanya atau harta gadai itu diambil oleh seseorang yang adil dan
mereka ridhoi, kemudian harta gadai tersebut rusak atau hilang ketika berada
ditangan orang yang adil, maka hukumnya sam seperti amanah, sementara hutang
tetap sebagaimana adanya tanpa berkurang sedikitpun.
Menurut imam Shafi’I bahwa pihak yang harus
bertanggung jawab bila barang jaminan gadai rusak atau musnah adalah pihak yang
mengadaikan, baik yang berhubungan dengan pemberian keperluan hidup atau yang
berhubungan dengan penjagaan, karena dialah yang memiliki barang tersebut dan
dia pula yang bertanggungjawab atas segala resiko yang menimpa barang tersebut,
sebagaimana baginya pula manfaat yang dihasilkan dari barang gadai.
G.
Analisa Tentang
Pemanfaatan Barang Gadai Oleh Penerima Gadai Menurut Imam Malik dan Imam al-Shafi’i.
1.
Analisa tentang pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai menurut
imam Malik dan Shafi’I.
Dalam
pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai imam Malik dan imam al-Shafii
berpendapat bahwa penerima gadai tidak berhak untuk mengambil manfaat atau
mengunaka barang jaminan gadai. Sedangkan yang berhak untuk menggunakan barang
jaminan gadai adalh penggadai, tetapi imam Malik berpendapat pihak penerima
gadaipun bisa mengambil manfaat dari jaminan gadai dengan syarat-syarat
tertentu.
Pemanfaatan barang jaminan gadai menurut imam Malik
dan imam al-Shafi’I pada dasarnya sama yaitu, penerima gadai (murtahin) tidak
boleh memanfaatkan barang jaminan gadai, hak murtahin( penerima gadai) terhadap
barang jaminan gadai hanya keadaan atau sifat kebendaannya yang mempunyai
nilai, tidak pada guna dan pemungutan hasil. Penerima gadai hanya berhak menahan
barang jaminan gadai tersebut tidak menggunakan atau memunggut hasil.
2.
Analisis tentang
pertanggungjawaban terhadap rusak atau musnahnya barang gadai menurut imam
malik dan imam al-shafii.
Berdasarkan analisis penulis terhadap pendapat imam
Maliktentang pertanggung jawaban terhadap rusak atau musnahnya barang jaminan
gadai itu tergantung pihak yag telah memanfaatkan barang jaminan gadai.
Sedangkan menurut imam al-Shafii tidak demikian, karena pemanfaatan itu
tergantung pada kepemilikan barang jaminan gadai, maka dalam hal ini pemilik
barang gadaian bertanggungjawab terhadap barangmiliknya, baik yang berhubungan
dengan pemberian keperluan hidup atau yang berhubungan dengan penjagaan. Jadi
keuntungan ataupun kerugian dari usaha pemanfaatan barang jaminan gadai
merupakan hak dan tanggungjawab yang mengadaikan. Dasar imam al-Shafii yang
bersumber pada hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA dari nabi SAW:
لايغلق الرهن من صاحبه الذىرهنه له غنمه وعليه غرمه
“ Tidak tertutup barang jaminan
gadai (barang) bagi pemiliknya yang menggadaikan baginyalah faidahnya dan dia
wajib mempertanggung jawabkan segala resikonya”. (H.R. al-shafii dan Ad
Darquthi).
Pada intinya menurut imam al-Shafii yang bertanggung
jawab adalah rahin, kecuali murtahin melakukan kesalahan yang bisa merusak
barang jaminan maka murtahin yang harus bertanggung jawab.
H.
Kesimpulan
1.
Imam Malik berpendapat bahwa penerima gadai tidak boleh memanfatkan barang
jaminan gadai, kecuali telah terpenuhi beberapa syarat tertentu yaitu rahn
karena jual beli, murtahin mensyaratkan manfaatnya untuknya dan masanya
ditentukan, maka penerima gadai boleh memanfaatkan barang jaminan gadai. Dasar
hukumnya adalah hadist riwayat Abu Hurairah dan Ibn Umar.
Sedangkan menurut imam al- Shafii, penerima gadai
tidak boleh memanfaatkan barang jaminan gadai, meskipun pengadai
mengizinkannya. Sedangkan yang boleh memanfaatkan adalah pengadai selama tidak
mengurangi nilai barang gadai baik dari segi kualitas mupun kuantitas. Dasar
hukumnya yaitu hadist riwayat Abu Hurairah dan Ibn Umar.
2.
Menurut imam Malik yang harus bertanggung jawab atas barang jaminan
gadai adalah pengadai, kecuali apabila tiga syarat yang membolehkan penerima
gadai untuk memanfaatkan barang jaminan gadai telah ada maka yang bertanggung
jawab adalah penerima gadai. Sedangkan menurut imam al-shafii apabila jaminan
gadai rusak maka yang harus bertanggung jawab adalah penggadai. Keculi kalau
kerusakan atau musnahnya tersebut karena kesalahan atau kelalaian penerima
gadai.
I.
Kritik Terhadap Skripsi
1.
Hasil penelitian
a.
Hasil penelitian sudah menjawab semua yang menjadi rumusan masalah.
b.
Analisa mengenai pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai menurut
imam malik dan imam al shafi’I sudah jelas.
2.
Teknik penelitian
a.
Teknik penelitian ini didapat dari berbgai sumber buku kepustakaan .
b.
Metode yang digunakan dalam analisa data menggunakan metode literature.
c.
Teknik penelitian ini sudah benar, dan sudah sesuai dengan tata cara
yang berlaku dalam penulisan sekripsi.