Minggu, 01 Juli 2012

Study Komporatif Tentang Pemanfaatan Barang Gadai Oleh Penerima Gadai Menurut Imam Malik Dan Imam Al-Shafi’i


Study Komporatif Tentang Pemanfaatan
Barang Gadai Oleh Penerima Gadai
Menurut Imam Malik Dan Imam Al-Shafi’i

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari kadang-kadang tidak dapat dicukupi dengan harta yang dimilikinya. Untuk kebutuhan mendesak seperti pengobatan, biaya hidup dan lain-lainnya orang sering terpaksa meminjam kepada orang lain. Pinjam meminjam merupakan hal yang diperlukan dalam hidup sehari-hari. Maka islam memberikan peraturan-peraturan tentang masalah ini. Islam mengajarkan tolong menolong sesama manusia sebagaimana firman Allah surat al-Maidah ayat 3.
Bentuk tolong menolong yang dilakukan untuk mencukupi kebutuhannya adalah gadai. Perjanjian ini telah telah dibenarkan oleh ajaran islam, berdasarkan surat al- Baqarah ayat 283. Pada saat itu Rasulullah saw pernah melaksanakan akad gadai seperti yang diterangkan pada salah satu hadits.

عن عائشت رضى الله عنه ان النبى صلى الله عليه وسلم اشترى طعا ما من يهوودى الى اجل ورهنة در عا من حديد (روه البخا رى ومسلم)

“ Dari ‘Aisyah RA berkata, bahwasannya Nabi Saw pernah memberi makanan dari orang yahudi sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan beliau mengadaikannya dengan suatu baju besi”.
Berdasarkan ayat al-quran dan hadits ulama’ sepakat tentang kebolehan gadai dan tidak memperselisihkan tentang kebolehan dari landasan hukumnya, apabila telah memenuhi beberapa syarat dan rukunnya. Barang yang dapat dijadikan jaminan gadai menurut hokum islam ada dua yaitu:
1.      Semua barang bergerak dan
2.      Semua barang tidak bergerak
Dengan syarat barang atau benda tersebut mempunyai nilai. Bolehkah pihak penerima gadai memanfaatkan barang jaminan gadai. Para ulama’ berbeda pendapat tentang kebolehan pemanfaatan barang jaminan gadai oleh penerima barang jaminan gadai.
·         Imam al- Shafi’I berpendapat bahwa yang berhak mengambil manfaat dari barang yang digadaikan adalah orang yang mengadaikan barang tersebut dan bukan penerima gadai.
·         Imam Malik berpendapat bahwa yang berhak menambil manfaat dari barang jaminan gadai adalah pihak yang mengadaikan, tetapi walaupun demikian pihak penerima gadai bisa mengambil manfaat dari barang jaminan gadai dengan syarat-syarat tertentu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pendapat Imam Malik dan Imam al-Shafi’I tentang pemanfaatan barang gadai?
2.      Bagaimana pendapat Imam Malik dan Imam al-Shafi’I tentang pertangungjawaban rusak dan musnahnya barang gadai?

C.     Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui pendapat Imam Malik dan Imam al-Shafi’I tentang pemanfaatan barang gadai yang meliputi dasar hukumnya.
2.      Untuk mengetahui pendapat Imam Malik dan Imam al-Shafi’I tentang pertangungjawaban rusak dan musnahnya barang gadai.

D.    Kegunaan Penelitian
Studi ini diharapkan bermanfaat atau berguna untuk:
1.      Kegunaan terapan.
Sebagai bahan kajian untuk dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian berikutnya.
2.      Kegunaan akademik
Penelitian ini digunakan dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana dalam  bidang ekonomi islam.

E.     Metode Yang Digunakan
Ø  penelitian ini adalah library research, dalam hal ini literature-literatur atau data-data yang akan diteliti adalah pendapata imam as- Shafi’I tentang pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai.  Pendapat imam Malik tentang pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai, serta literature atau data yang mendukung  hal ini terdapat dua Sumber data yaitu:
1.       sumber data primer
sumber data primer merupakan buku- buku yang dijadikan rujukan utama penelitian.
2.       sumber data sekunder.
Sumber ini berasal dari buku-buku yang penulis rujuk untuk melengkapi data-data yang tersedia dalam sumber data primer.
Ø  Dilihat dari jenis data penelitian ini, penelitian ini masuk dalam lingkup penelitian kualitatif.
Ø  Analisa data penulis mengunakan analisis deskriptif dan komporatif analisis.

F.      Teori Atau Konsep yang Digunakan.
Gadai Menurut Imam Malik
1.      Pengertian
Ulama’ Malikiyah mendefinisikan dengan:

شئ متقول يؤخد من ما لكه توثقا به فى دين لازم

“sesuatu yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan hutang yang bersifat tetap”.
Menurut mereka yang dijadikan sebagai barang jaminan (agunan) tidak hanya harta yang bersifat materi, tetapi juga harta yan bersifat manfaat tertentu.
Persamaan pengertian gadai menurut imam Shafi’I dan imam Malik:
a.       Gadai adalah salah satu dari kategori utang piutang.
b.      Untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang yang disebut dalam ta’arif dengan wathiqatun (kepercayaan).
c.       Barang jaminan dapat dijual untuk membayar utang orang yang berhutang baik sebagian maupun seluruhnya.
d.      Barang jaminan tetap milik orang yang mengadaikan.
e.       Gadai menurut syariat islam berarti penahanan atau pengekangan.
Istilah yang dipergunakan dalam perjanjian gadai menurut ketentuan syariat islam:
a.       Rahin (pemilik barang atau yang berhutang)
b.      Murtahin (orang yang mengutangkan atau penerima gadai)
c.       Rahn (obyek atau barang yang digadaikan)
2.      Dasar hokum gadai
Dasar hokum diperbolehkannya akad gadai adalah surat Al-Baqarah ayat 283.
3.      Syarat dan rukun gadai
Menurut Jumhur ulama’ (imam al-Shafi’I, imam Hambali dan imam Malik):
a.       Aqid (orang yang melakukan aqad)
·         Rahin (orang yang mengadaikan barang)
·         Murtahin (orang yang berpiutang)
b.      Ma’qud ‘alaih (yang diakadkan)
·         Marhun (barang yang digadaikan)
·         Dayn marhun bih (hutang yang barangnya diadakan gadai)
c.       Shighat (aqad gadai)
Syarat gadai menurut imam malik terbagi menjadi 4 bagian:
a.       Berhubungan dengan rahin dan murtahin
b.      Berhubungan dengan marhun
c.       Berhubungan dengan hutang gadai (marhun bih)
d.      Berhubungan dengan aqad atau shighat.
4.      Pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai.
a.       Hokum penggunana barang jamianan gadai oleh si penerima gadai. Imam Malik berpendapat manfaat dari barang  jaminan itu adalah hak yang menggadaikan dan bukan bagi penerima gadai.
b.      Dasar hokum terhadap pemanfaatan barang jaminan gadai oleh penerima gadai.  Metode dan dasar hukumnya yang dipakai oleh imam Malik dalam menetapkan ketentuan hokum fikih adalah :
·         Al- Qur’an
·         Sunnah rasul yang telah beliau pandang sah.
·         Ijma’, imam Malik lebih mengutamakan ijma’ para sahabat Nabi SAW dari pada qiyas.
·         Qiyas
·         Istislah.
Dasar hokum yang digunakan oleh imam Malik untuk menentukan boleh tidaknya murtahin mengambil manfaat atas barang gadai adalah sama dengan dasar hokum yang dipakai oleh imam al-Shafi’I yaitu hadis Abu Hurairah dan Ibn Umar.
Dalm kitab muwatta' dijelaskan tentang tidak boleh mempermilikkan barang gadaian. Pendapat Imam Malik memberika pengertian bahwa penggadai tidak boleh mensyaratkan kepemilikan atas barang jaminan gadai oleh penerima gadai bila pada waktu yang telah disepakati bersama antara rahin dan murtahin, rahin belum mampu mengembalikan uangnya.
Ulama’ Malikiyah berpendapat bahwa hasil- hasil dari barang gadaian, tetap hak yang mengadaikan selama yang menerima gadai tidak mensyaratkan bahwa hasil itu untuknya, dapat menjadikan hasil untuknya dengan tiga syarat.
a.       Hutang terjadi disebabkan karena jual beli dan bukan qirad.
b.      Jika penerima gadai mensyaratkan agar keuntungan dari barang itu untuknya.
c.       Pengambilan keuntungan dari barang gadai oleh penerima gadai itu harus ditentukan batas waktunya.
5.      Pertanggung jawaban terhadap rusak atau musnahnya barang gadai.
Menurut imam Malik bahwa yang harus bertanggungjawab bila barang gadai itu rusak atau musnah adalah penggadai, karena dia yang berhak untuk mengambil manfaat dari barang jaminan gadai tersebut.

Gadai Menurut Imam Al-Shafi’i
1.      Pengertian dan dasar hokum gadai
Menurut ulama’ al-Shafi’I dan Hanabilah mendefinisikan:
“Menjadikan materi (barang) sebagai jaminan hutang, yang dapat dijadikan pembayaran utang apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar hutangnya itu”.
Definisi yang dikemukakan madhab al-Shafi’I dan madhab Hanabilah ini mengandung pengertian bahwa barang yang bisa dijadikan agunan hutang tersebut hanyalah harta yang bersifat materi, tidak termasuk manfaat sebagaimana yang dikemukakan ulama’ madhab Maliki.
 Dalam hokum islam, gadai merupakan suatu bentuk mu’amalah yang diperbolehkan, dasarnya surat al –Baqarah ayat 283, sedangkan dalam al-sunnah dapat ditemukan pada praktek mu’amalah Rasulullah SAW, dalam melaksanakan aqad gadai.

2.      Syarat dan rukun gadai
Pada intinya rukun gadai ada empat unsur:
a.       Sighat (ijab dan qabul)
b.      ‘aqid (penggadai atau penerima gadai)
c.       Marhun (barang gadai)
d.      Marhun bih (utang)
Imam Shafi’I membagi syarat rahn kedalam dua kelompok besar yaitu:
a.       Syarat lazim,  diserahkannya marhun (kedalam penguasaan murtahin).
b.      Syarat sah, ada beberapa macam:
·         Syarat sah yang terkait dengan masalah aqad, yang dimaksud dengan aqad adalah dengan cara bagaimana ijab qabul yang merupakan rukun akad itu dinyatakan.
·         Syarat sah yang terkait dengan kedua pihak (rahin dan murtahin), yaitu keadaan mereka berdua yang sudah baligh, berakal, sehat dan tidak dalam keadaan terpaksa.

3.      Pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai.
Pendapat imam Shafi’I tentang pengambilan manfaat dari hasil barang jaminan gadai oleh penerima gadai.
a.       Hokum pemanfaatan barang jaminan gadai oleh penerima gadai dalam kitab al-umm, imam al-Shafi’I mengatakan:
“Manfaat dari barang jaminan adalah bagi yang mengadaikan, tidak ada suatupun dari barang jaminan itu bagi yang menerima gadai”.
Bahwa yang berhak mengambil manfaat dari barang yang digadaikan itu adalah orang yang mengadaikan barang tersebut dan dan bukan penerima gadai. Walaupun yang mempunyai hak untuk mengambil manfaat dari barang jaminan itu orang yang mengadaikan, namun kekuasaan atas barang jaminan gadai itu ada di tangan si penerima gadai.
b.      Dasar hokum terhadap pemanfaatan barang jaminan gadai oleh penerima gadai.
Dalam menetapka hokum dasar yang dipakai oleh imam Shafi’I ialah:
·         Al- Qur’an
·         As Sunnah
·         Ijma’
·         Qiyas
·         Istidlal (istishhab)
Dasar hokum yang telah digunakan imam Shafi’I untuk menetapkan bagaimana hukumnya tentang pemanfaatan barang jaminan gadai oleh penerima gadai adalah as-sunnah.
4.      Pertanggung jawaban terhadap rusak atau musnahnya barang gadai.
Didalam al-umm, imam al-Shafi’I berkata: apabila seseorang mengadaikan sesuatu kepada orang lain, lalu pihak yang diberi gadai telah menerimanya atau harta gadai itu diambil oleh seseorang yang adil dan mereka ridhoi, kemudian harta gadai tersebut rusak atau hilang ketika berada ditangan orang yang adil, maka hukumnya sam seperti amanah, sementara hutang tetap sebagaimana adanya tanpa berkurang sedikitpun.
Menurut imam Shafi’I bahwa pihak yang harus bertanggung jawab bila barang jaminan gadai rusak atau musnah adalah pihak yang mengadaikan, baik yang berhubungan dengan pemberian keperluan hidup atau yang berhubungan dengan penjagaan, karena dialah yang memiliki barang tersebut dan dia pula yang bertanggungjawab atas segala resiko yang menimpa barang tersebut, sebagaimana baginya pula manfaat yang dihasilkan dari barang gadai.


G.    Analisa Tentang Pemanfaatan Barang Gadai Oleh Penerima Gadai Menurut Imam Malik dan Imam al-Shafi’i.
1.      Analisa tentang pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai menurut imam Malik  dan Shafi’I.
Dalam pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai imam Malik dan imam al-Shafii berpendapat bahwa penerima gadai tidak berhak untuk mengambil manfaat atau mengunaka barang jaminan gadai. Sedangkan yang berhak untuk menggunakan barang jaminan gadai adalh penggadai, tetapi imam Malik berpendapat pihak penerima gadaipun bisa mengambil manfaat dari jaminan gadai dengan syarat-syarat tertentu.
Pemanfaatan barang jaminan gadai menurut imam Malik dan imam al-Shafi’I pada dasarnya sama yaitu, penerima gadai (murtahin) tidak boleh memanfaatkan barang jaminan gadai, hak murtahin( penerima gadai) terhadap barang jaminan gadai hanya keadaan atau sifat kebendaannya yang mempunyai nilai, tidak pada guna dan pemungutan hasil. Penerima gadai hanya berhak menahan barang jaminan gadai tersebut tidak menggunakan atau memunggut hasil.

2.       Analisis tentang pertanggungjawaban terhadap rusak atau musnahnya barang gadai menurut imam malik dan imam al-shafii.
Berdasarkan analisis penulis terhadap pendapat imam Maliktentang pertanggung jawaban terhadap rusak atau musnahnya barang jaminan gadai itu tergantung pihak yag telah memanfaatkan barang jaminan gadai. Sedangkan menurut imam al-Shafii tidak demikian, karena pemanfaatan itu tergantung pada kepemilikan barang jaminan gadai, maka dalam hal ini pemilik barang gadaian bertanggungjawab terhadap barangmiliknya, baik yang berhubungan dengan pemberian keperluan hidup atau yang berhubungan dengan penjagaan. Jadi keuntungan ataupun kerugian dari usaha pemanfaatan barang jaminan gadai merupakan hak dan tanggungjawab yang mengadaikan. Dasar imam al-Shafii yang bersumber pada hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA dari nabi SAW:

لايغلق الرهن من صاحبه الذىرهنه له غنمه وعليه غرمه

“ Tidak tertutup barang jaminan gadai (barang) bagi pemiliknya yang menggadaikan baginyalah faidahnya dan dia wajib mempertanggung jawabkan segala resikonya”. (H.R. al-shafii dan Ad Darquthi).
Pada intinya menurut imam al-Shafii yang bertanggung jawab adalah rahin, kecuali murtahin melakukan kesalahan yang bisa merusak barang jaminan maka murtahin yang harus bertanggung jawab.

H.    Kesimpulan
1.      Imam Malik berpendapat bahwa penerima gadai tidak boleh memanfatkan barang jaminan gadai, kecuali telah terpenuhi beberapa syarat tertentu yaitu rahn karena jual beli, murtahin mensyaratkan manfaatnya untuknya dan masanya ditentukan, maka penerima gadai boleh memanfaatkan barang jaminan gadai. Dasar hukumnya adalah hadist riwayat Abu Hurairah dan Ibn Umar.
Sedangkan menurut imam al- Shafii, penerima gadai tidak boleh memanfaatkan barang jaminan gadai, meskipun pengadai mengizinkannya. Sedangkan yang boleh memanfaatkan adalah pengadai selama tidak mengurangi nilai barang gadai baik dari segi kualitas mupun kuantitas. Dasar hukumnya yaitu hadist riwayat Abu Hurairah dan Ibn Umar.
2.      Menurut imam Malik yang harus bertanggung jawab atas barang jaminan gadai adalah pengadai, kecuali apabila tiga syarat yang membolehkan penerima gadai untuk memanfaatkan barang jaminan gadai telah ada maka yang bertanggung jawab adalah penerima gadai. Sedangkan menurut imam al-shafii apabila jaminan gadai rusak maka yang harus bertanggung jawab adalah penggadai. Keculi kalau kerusakan atau musnahnya tersebut karena kesalahan atau kelalaian penerima gadai.

I.       Kritik Terhadap Skripsi
1.      Hasil penelitian
a.       Hasil penelitian sudah menjawab semua yang menjadi rumusan masalah.
b.      Analisa mengenai pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai menurut imam malik dan imam al shafi’I sudah jelas.
2.      Teknik penelitian
a.       Teknik penelitian ini didapat dari berbgai sumber buku kepustakaan .
b.      Metode yang digunakan dalam analisa data menggunakan metode literature.
c.       Teknik penelitian ini sudah benar, dan sudah sesuai dengan tata cara yang berlaku dalam penulisan sekripsi.