Akuntansi
Syariah Sebagai Kontruksi Sosial
Lebih dari satu decade yang
lalu Francis (1990) telah mencoba menarik perhatian para akuntan agar melihat
akuntansi tidak hanya sekedar sebagai angka-angka yang mencerminkan realitas
ekonomi semata, akan tetapi melihat juga akuntansi sebagai praktik moral dan
diskursif, seperti dikemukakan dalam pernyataan berikut:
“Akuntansi hendaknya dilihat
sebagai praktik moral dan diskursif. Sebagai praktik moral, akuntansi secara
idial dibangun dan dipraktikan berdasarkan nilai-nilai etika, sehingga
informasi yang dipancarkan juga bernuansa etika, dan akhirnya
keputusan-keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan etika tadi mendorong
diciptakannya realitas ekonomi dan bisnis yang beretika. Sebagai praktik
diskursif, akuntansi dipandang sebagai alat menyampaikan informasi kepada orang
lain yang berpengaruh pada perilaku penggunanya (users), dan sebaliknya
pengguna informasi akuntansi mempunyai kemampuan mempengaruhi akuntansi sebagai
instrument bisnis” (Triyuwono 2000 dan
2001).
Akuntansi menurut Tricker
(Belkoui, 2001) adalah anak dari budaya masyarakat dimana akuntansi itu
dipraktikan, lebih jauh dikemukakan bahwa nilai-nilai masyarakat mempunyai
peran besar dalam mempengaruhi bentuk akuntansinya. Berdasarkan hasil-hasil
penelitian yang ada, Belkoui (2001) menyatakan bahwa akuntansi dapat dipandang
sebagai idiologi yang menjadi instrument pendukung tatanan sosial-ekonomi suatu
masyarakat.
Lahirnya akuntansi syariah
sebagai idiologi masyarakat Islam menerapkan praktik-praktik ekonomi Islami
dalam tata kehidupan sosial-ekonominya, sejalan dengan teori colonial model
yang dikemukakan oleh Gambling dan Karim (dalam Harahap, 2001:198, 208) sebagai
berikut:
“Seyogyanya suatu masyarakat
melahirkan teori dan praktik ekonomi yang sesuai dengan
idiologinya. Apabila idiologi
yang dianut sebagian besar masyarakatnya adalah Islam, maka
aturan yang dipakai
seharusnya berakar pada syariat Islam. Dengan demikian system sosial,
ekonomi, dan akuntansi yang
diterapkan harus sesuai dengan syariat Islam (syariah). Islam
memiliki syariah yang
dipatuhi semua umatnya, maka wajarlah jika masyarakat Islam memiliki
sistem ekonomi dan sistem akuntansi
yang sesuai syariah”.
Harahap (2001:23)
mengemukakan bahwa akuntansi syariah adalah suatu bentuk akuntansi yang disusun
berdasarkan pada pencapaian tujuan syariah, tujuan ekonomi Islam. Serta tujuan
masyarakat Islam. Hal ini digambarkan dalam suatu hubungan antara akuntansi
syariah dengan masyarakat Islam sebagai berikut:
“Keberadaan akauntansi syariah sebagai idiologi masyarakat Islam menerapkan ekonomi Islam dalam kehidupan sosial ekonomi, dikenali dari persyaratan mendasar yang harus dipenuhi dan
Tujuan diselenggarakan akuntans isyariah (Hameed, 2001). Persyaratan mendasar yang harus dipenuhi oleh akuntansi syariah yaitu benar (truth), sah (valid), adil (justice), dan mengandung
nilai-nilai kebaikan atau hsan (benevolenc). “
Sedangkan tujuan
diselenggarakan akuntansi syariah adalah memberikan informasi secara lengkap
untuk mengetahui nilai dan kegiatan ekonomi yang bertentangan dan yang
diperbolehkan oleh syariah; meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah
dalam semua transaksi dan kegiatan usaha; serta menentukan hak dan kewajiban
pihak-pihak yang berkepentingan (terkait) dalam suatu entitas ekonomi syariah
berlandaskan pada konsep kejujuran, keadilan, kebajikan, dan kepatuhan terhadap
nilai-nilai dan etika bisnis Islami.
Akuntansi syariah diperlukan
oleh masyarakat Islam sebagai instrument pendukung menerapkan praktik ekonomi
Islam dalam tata kehidupan sosial-ekonominya dengan dasar pertimbangan berikut
(Yusoh dan Ismail, 2001 dalam Harahap, 2001);
Adanya konsep kepemilikan yang diyakini oleh orang Islam bahwa harta dan kekayaan adalah milik Allah SWT, manusia hanyalah penerima amanah yang harus mempertanggungjawabkan pemanfaatannya sesuai dengan syariah.
Adanya konsep kepemilikan yang diyakini oleh orang Islam bahwa harta dan kekayaan adalah milik Allah SWT, manusia hanyalah penerima amanah yang harus mempertanggungjawabkan pemanfaatannya sesuai dengan syariah.
Adanya konsep personal
accountability yang harus dipatuhi oleh Islam dalam menjalin hubungan dengan
Allah SWT (hablum minallah) dan menjalin hubungan dengan sesame manusia (hablum
minannas). Adanya konsep distribusi kekayaan secara adil yang
harus dilaksanakan oleh orang Islam yaitu melalui mekanisme kewajiban membayar
zakat.
Berangkat dari pengertian akuntansi sebagai idiologi, Baydoun dan Willet (2000:82) mengungkapkan adanya perbedaan yang sangat mendasar mengenai system, prinsip dan criteria akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah seperti disajikan dalam tabel Perbedaan Akuntansi Konvensional. Selain perbedaan system, prinsip dan criteria akuntansi syariah dibandingkan dengan akuntansi konvensional yang melahirkan suatu bentuk akuntansi syariah yang memiliki karakteristik unik, perbedaan yang lebih mendasar sebenarnya terletak pada kerangka konseptual yang mendasari kedua bentuk akuntansi tersebut.
Berangkat dari pengertian akuntansi sebagai idiologi, Baydoun dan Willet (2000:82) mengungkapkan adanya perbedaan yang sangat mendasar mengenai system, prinsip dan criteria akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah seperti disajikan dalam tabel Perbedaan Akuntansi Konvensional. Selain perbedaan system, prinsip dan criteria akuntansi syariah dibandingkan dengan akuntansi konvensional yang melahirkan suatu bentuk akuntansi syariah yang memiliki karakteristik unik, perbedaan yang lebih mendasar sebenarnya terletak pada kerangka konseptual yang mendasari kedua bentuk akuntansi tersebut.
Kerangka konseptual akuntansi
syariah, dirumuskan menggunakan pendekatan epistimologi Islam, sedangkan
kerangka konseptual akuntansi konvensional dirumuskan menggunakan pendekatan
epistimologi kapitalis. Penjelasannya secara mendalam mengenai kerangka
konseptual syariah yang dirumuskan menggunakan pendekatan epistimologi Islam
disajikan dalam uraian mengenai akuntansi syariah dalam konteks epistimologi
Islam.
Praktik
Akuntansi Syariah
Praktik akuntansi syariah
yang pertama kali diterapkan di Indonesia adalah akuntansi perbankan syariah.
Munculnya akuntansi perbankan syariah seiring dengan diterapkannya Islamic
Banking System yang diakui legalitasnya dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 7
Tahun 1992 yang menganur dual banking system, dimana Islamic banking system
diterapkan berdampingan dengan c0nvensional banking system. Dalam undang-undang
perbankan ini ditegaskan bahwa lembaga perbankan yang dalam kegiatan
oeprasionalnya menerapkan prinsip syariah dinyatakan sebagai “bank berdasarkan
prinsip syariah” atau “bank syariah” (Setiadi, 2000 dan Usman, 2002).
Sebagai konsekuensi
diterapkannya prinsip syariah dalam kegiatan oeprasional perbankan di
Indonesia, maka pada tanggal 1 Mei 2002 Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) telah mengeluarkan regulasi akuntansi perbankan
syariah. Regulasi akuntansi perbankan syariah di Indonesia banyak mengadopsi
dari Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institution
(AAS-IFI) yang dihasilkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institution (AAO-IFI) pada tahun 1998. Standar akuntansi ini telah
diterapkan oleh institusi keuangan Islam diberbagai negara seperti Araban,
Iran, Sudan dan Malasyia.
Regulasi akuntansi perbankan
syariah dituangkan dalam buku, yaitu: Buku Pertama, Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah (IAI, 2001). Buku Kedua, Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan Akuntansi Perbankan Syariah atau PSAK No. 59 tentang
Akuntansi Perbankan Syariah (IAI, 2001a) memuat standar teknis mengenai
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapannya dalam bentuk laporan
keuangan dari setiap transaksi keuangan bank syariah yang meliputi mudharabah,
musyarakah, murabahah, salam, istishna, ijarah, wadhiah, qardh, transaksi
berbasis imbalan zakat, infaq dan shadaqah.
Standar akuntansi perbankan
syariah diberlakukan secara efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan
keuangan lembaga keuangan bank syariah periode yang dimulai atau setelah
tanggal 1 Januari 2003. Sebelum dikeluarkan regulasi standar akuntansi
perbankan syariah ini, pencatatan transaksi dan penyusunan laporan keuangan
bank syariah menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Perbankan (PSAK
No. 38) dengan berbagai penyesuaian yang menurut Harahap (2002) dan Triyuwono
(2002) sering kali tidak sejalan dengan tujuan akuntansi keuangan bank syariah.
Regulasi akuntansi perbankan
syariah sesungguhnya merupakan fenomena praktik akuntansi yang berkembang dalam
kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Islam sebagai instrument menerapkan prinsip
syariah dalam dunia perbankan. Seiring dengan semakin banyaknya lembaga
perbankan yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah, praktik
akuntansi perbankan syariah semakin luas dan berkembang.
KESIMPULAN
Dari sisi ilmu pengetahuan,
Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data
menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan
akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti
aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa
kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita
dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi
orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai
ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang
berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu
dan umat-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam
mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran
kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang
Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan
menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam
sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau
ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan
sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan
dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen
yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode,
teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu
Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing
ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat
6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar