MENILIK KEUNTUNGAN GADAI EMAS SYARIAH
Emas merupakan salah satu logam mulia yang digunakan pada zaman
Rasulullah SAW untuk dijadikan mata uang yang disebut sebagai dengan Dinar.
Nabi Muhammad SAW tidak menolak mata uang dinar yang berasal dari Negara Romawi
tersebut karena kestabilan nilainya, contohnya saja pada zaman Nabi Muhammad
SAW harga satu ekor kambing itu senilai satu dinar, dan apabila kita lihat pada
saat sekarang ini harga satu dinar itu senilai Rp. 1.800.000 (dengan kurs gerai
dinar). Dengan uang Rp. 1.800.000 pada saat sekarang ini jelaslah masih dapat
satu ekor kambing. Kesimpulannya, nilai mata uang dinar dari zaman Nabi
Muhammad SAW masih sama sampai dengan saat ini.
Pada saat sekarang ini, mata uang setiap Negara-negara lebih kepada
mata uang fiat, yaitu mata uang yang terbuat dari kertas dan tidak di back up
dengan emas. Akibatnya, nilai mata uang pada saat ini sangat berflutuatif
nilainya terhadap barang dan fluktuatifnya itu lebih cenderung turun atau
sering disebut inflasi.
Pada saat ini, telah muncul yang namanya Gadai Emas Syariah.
Prinsip dari Gadai Emas Syariah ini adalah memanfaatkan nilainya yang stabil.
Setiap tahunnya nilai mata uang kertas itu merosot sekitar 20 – 35 %, sedangkan
apabila kita berinvestasi pada deposito maka keuntungan yang didapat hanya
sekitar 6 – 8%, berbeda dengan menyimpan emas batangan yang mana nilainya terus
meningkat bila dibandingkan dengan menyimpan uang kertas, nilainya tetap
terjaga dari 20 – 35 % pertahunnya.
Oleh karena nilainya yang stabil itulah maka emas batangan
dimanfaatkan untuk gadai emas di beberapa institusi Bank Syariah. Ketika kita
memiliki sebuah emas batangan, maka emas batangan tersebut dapat dijadikan
sebagai collateral dan institusi keuangan syariah tersebut dapat memberikan
dananya biasanya sebesar 70 – 90 % kepada nasabah yang menggadaikannya
tersebut. Emas batangan sering dimanfaatkan untuk mendapatkan marginnya yang
tinggi.
Contoh Kasus I
Sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu pegawai Bank Syariah.
Beliau mengatakan bahwa apabila anda mempunyai dana taruhlah sebesar Rp.
200.000.000,-. Mungkin, rencana awal anda adalah membeli sebuah kendaraan yang
seharga Rp. 180.000.000.,-. Kalau anda langsung membeli kendaraan maka anda
akan rugi, sebab akan terkena penyusutan taruhlah 10% tiap tahunnya. Maka di
tahun ketiga harga buku mobil anda adalah sebesar Rp. 126.000.000,- (Rp.
180.000.000 – (3*(0.1*180.000.000)) maka total uang yang dimiliki si Nasabah
pada tahun ketiga apabila mobilnya dijual adalah Rp. 146.000.000 (126.000.000 +
20.000.000). Coba bandingkan apabila anda belikan emas batangan terlebih
dahulu. Taruh lah dia membeli emas dengan seharga Rp. 150.000.000,- dan Lembaga
Keuangan Syariah taruhlah memberikan dana 90% dari harga emas batangan yaitu
seharga Rp. 135.000.000,-. Apabila si nasabah ingin membelikan sebuah mobil,
dia masih bisa karena si nasabah masih ada cadangan uang sebesar Rp.
50.000.000,- pluss dengan uang dari pegadaian emas batangan tersebut sebesar
Rp. 135.000.000,- maka totalnya adalah Rp. 185.000.000,- sedangkan harga mobil
adalah Rp. 180.000.000,- berarti masih ada sisa Rp. 5.000.000,-. Dengan membeli
emas tersebut, maka total uang nasabah tersebut akan menjadi :
1. Kita
menghitung peningkatan yang terjadi pada harga emas tersebut yaitu sekitar 90%
(30%*3). Rp. 150.000.000 + (0.9*Rp. 150.000.000) = Rp. 285.000.000,-
2. Harga
Mobil tersebut bila dijual pada tahun ketiga yaitu Rp. 126.000.000,-
3. Biaya
Pemeliharan emas selama tiga tahun Rp. 150.000.000*1.2%*36 bulan = Rp.
64.800.000,-
4. Uang
yang harus dikeluarkan untuk menebus emas = Rp. 135.000.000,-
5. Sisa
uang yang ada di tahun pertama Rp. 5.000.000,-
6. Total
uang yang ada Rp. 416.000.000 (Harga Emas + Harga Mobil + Sisa Uang)– Rp.
199.800.000 (Uang Tebusan + Biaya Pemeliharaan) = Rp. 216.200.000,-
Berdasarkan perhitungan yang telah kita
lakukan bersama, ternyata keuntungan yang didapatkan di tahun ketiga apabila
kita terlebih dahulu membelikan emas batangan maka selisih yang didapat dari
harga emas semula adalah Rp. 16.200.000,- (Rp. 216.200.000 – Rp. 200.000.000)
atau sekitar 8%. Sedangkan, apabila kita langsung membelikan mobil maka dana
yang ada hanyalah tinggal Rp. 146.000.000 (Rp. 200.000.000 – Rp. 146.000.000)
atau rugi sebesar 27%.
Pada Kasus Pertama ini adalah kasus pada
pembiayaan konsumtif dengan melibatkan gadai emas syariah. Kita dapat
membandingkan dengan melibatkan Gadai Emas Syariah dengan yang tidak melibatkan
gadai emas syariah ternyata lebih menguntungkan melibatkan gadai emas syariah.
Contoh Kasus II
Dengan
Jumlah uang yang sama yaitu Rp. 200.000.000,- lalu kita belikan warung atau
gudang Rp. 50.000.000,- dan Rp. 150.000.000 kita belikan emas batangan dan emas
batangan tersebut kita gadaikan dan kita mendapatkan dana sebesar Rp.
135.000.000,- . Dengan dana Rp. 135.000.000,- tersebut diputar untuk sebuah
usaha perdagangan dan taruhlah keuntungan rata – rata setiap tahunnya 15% atau
sekitar Rp. 20.250.000,-. Ternyata pada tahun ketiga si pemilik dana
membutuhkan dana tunai untuk usaha yang berbeda sehingga usaha yang ada harus
di cairkan semuanya termasuk warung yang ada. Maka dana yang didapat adalah :
1. Kita
menghitung peningkatan yang terjadi pada harga emas tersebut yaitu sekitar 90%
(30%*3). Rp. 150.000.000 + (0.9*Rp. 150.000.000) = Rp. 285.000.000,-
2. Harga
Warung yang semula Rp. 50.000.000,- di tahun ketiga menjadi Rp. 60.000.000,-
3.
Keuntungan plus modal yang didapat dari hasul usaha selama tiga tahun yaitu Rp
60.750.000,- (Rp. 20.250.000*3) plus Rp. 135.000.000 yaitu 195.750.000,-
4. Uang
yang harus dikeluarkan untuk menebus emas = Rp. 135.000.000,-
5. Biaya
Pemeliharaan emas selama tiga tahun Rp. 150.000.000*1.2%*36 bulan = Rp.
64.800.000,-
6. Total
uang yang ada adalah Rp. 540.750.000,- ( Harga Emas di tahun ketiga + Harga
Warung + Modal dan keuntungan) - Rp. 199.800.000 (Uang Tebusan + Biaya
Pemeliharaan) = Rp. 340.950.000,-
Kalau
boleh kita bandingkan dengan nasabah tersebut langsung memutar usahanya tanpa
harus melibatkan gadai emas di Institusi Keuangan Syariah. Membelikan warung
atau gudang seharga Rp. 50.000.000,- dan sisanya Rp. 150.000.000 dijadikan
sebagai modal usaha yang mana keuntungannya adalah Rp. 22.500.000 atau 15%. Dan
dengan kasus yang sama pada tahun ketiga si nasabah ingin membuka usaha yang
berbeda dan mencairkan seluruh dananya menjadi tunai. Maka dana yang terkumpul
adalah :
1. Hasil
Penjualan warung dari Rp. 50.000.000,- menjadi Rp. 60.000.000,-
2. Hasil
keuntungan dan Modalnya Rp. 135.000.000 + Rp. 67.500.000 = Rp. 202.500.000,-
3. Maka
uang yang ada adalah Rp. 262.500.000,- (Hasil Penjualan Warung + Hasil
keuntungan).
Pada
kasus kedua ini adalah contoh pembiayaan produktif yaitu untuk sebuah usaha.
Berdasarkan contoh perhitungan yang ada maka dengan melibatkan gadai emas si
nasabah dapat keuntungan yang lebih tinggi yaitu sebesar Rp. 140.950.000,- (
Rp. 340.950.000 – Rp. 200.000.000,-) atau sebesar 70%, sedangkan apabila tidak
melibatkan gadai emas syariah, keuntungan yang didapat hanya sebesar Rp.
62.500.000,- atau sekitar 31% saja.
Contoh kasus III.
Nasabah
memiliki dana sebesar Rp. 200.000.000,- lalu dana sebesar itu dia belikan
batangan semuanya dan dia menggadaikannya. Nasabah mendapatkan dana sebesar 90%
atau sebesar Rp. 180.000.000,-. Dana yang sebesar Rp. 180.000.000,- tersebut
dia depositokan dengan rate 6% pertahun. Pada tahun ketiga nasabah tersebut
membutuhkan dana tunai sehingga seluruhnya dicairkan menjadi :
1. Kita
menghitung peningkatan yang terjadi pada emas batangan tersebut adalah
90%(30*3) yaitu Rp. 200.000.000 + Rp. 180.000.000 = 380.000.000,-
2. Dana
yang didepositokan plus dengan margin yang didapat Rp. 212.000.000,- ( Rp.
180.000.000 + (6%*3*180.000.000)).
3. Dana
yang harus ditebus dari pegadaian Rp. 180.000.000,-
4. Biaya
Pemeliharaan selama tiga tahun Rp. 86.400.000,- (Rp. 200.000.000*1.2%*36
bulan).
5. Maka
total dana yang didapatkan adalah Rp. 380.000.000 + Rp. 212.000.000 – (Rp.
180.000.000 + Rp. 86.400.000,-) = Rp.325.600.000,-
Pada
contoh ketiga ini adalah contoh nasabah yang Opportunis dan Fragmatis yaitu
nasabah yang tidak ingin mendapatkan kerugian sedikitpun.
Berdasarkan
contoh – contoh yang ada diatas, dapat kita simpulkan bahwa apabila mempunyai
dana maka lebih baik dana tersebut nasabah gunakan terlebih dahulu untuk gadai
emas dan nasabah gadaikan emas tersebut agar nasabah mendapatkan dana tunai dan
disarankan agar dana tunai tersebut digunakan untuk modal usaha jangan untuk
konsumtif seperti kendaraan dan tidak pula disarankan untuk didepositokan
karena sebagaimana yang telah kita amati bersama walaupun didepositokan
ternyata masih kalah apabila kita gunakan untuk modal usaha yaitu sebesar Rp.
15.350.000,-. Selain itu dengan menggunakan sebagai modal usaha maka akan
menciptakan sebuah pekerjaan baru dan membuat jurang pemisah antara si kaya dan
si miskin tidak terlalu jauh.
Semoga saja
dengan hadirnya gadai emas syariah ini dapat menjaga nilai harta seorang muslim
dan salah satu Maqasidus Syariah dapat tercapai yaitu Tahfidzul Maal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar