TEORI
DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEKAYAAN
Tugas
Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Pada
Mata Kuliah “Dasar- Dasar Ekonomi Islam”
Di
susun oleh:
Fatimatuz
Zahro
(210
209 011)
Dosen Pengampu:
Aji Damanuri, M.E.I.
Jurusan Syari’ah Prodi Muamalah
SM A
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
OKTOBER 2010
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul …………………………………………………………..
|
i
|
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
|
ii
|
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
|
iii
|
BAB I
|
PENDAHULUAN ……………………………………...…
|
|
|
A. Latar Belakang ……………………………………….
|
|
|
B. Rumusan Masalah ……………………………………
|
|
|
C. Tujuan Pembahasan …………………………………
|
|
|
|
|
BAB II
|
KONSEP EKONOMI UMUM …………………….…….
|
|
|
A. Pengertian distribusi menurut konsep ekonomi
umum…………………………………………………..
|
|
|
B. Pemerataan Distribusi Pendapatan Secara
umum ...................................................................................
|
|
|
|
|
BAB III
|
KONSEP EKONOMI ISLAM .………………….………
|
|
|
A.
Pengertian
distribusi menurut konsep ekonomi islam ………………………………………………..
|
|
|
B.
B. Pemerataan Distribusi Pendapatan Secara
islam.........…………………………………………
|
|
|
C.
Bentuk
Distribusi dalam Islam ………………………………………………………
|
|
|
|
|
BAB IV
|
ANALISA ………………………………………………...
|
|
|
|
|
BAB V
|
PENUTUP ………………………………………………..
|
|
|
|
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami haturkan kepada Allah SWT
yang telah memberukan kekuatan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini tanpa halangan suatu apapun.
Sholawat serta salam semoga terlimpahkan selalu kepada
junjungan kita nabi Muhammad SAW yang senantiasa kita harapkan syafa’atnya
besok di hari kiamat.
Penyusun telah berupaya menyusun suatu makalah, namun
masih banyak kelemahan dan kekurangan, maka penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun sebagai masukan untuk penyusun agar sempurnanya makalah
ini. Akhirnya melalui makalah ini penyusun menghaturkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga dapat terselesainya makalah ini
dengan baik.
Madiun,
17 oktober 2010
penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Islam
sebagai system hidup ( way of life) dan merupakan agama yang universal sebab
memuat segala aspek kehidupan baik yang terkait dengan aspek ekonomi, social,
politik dan budaya.seiring dengan maju pesatnya kajian tentang ekonomi islam
dengan mengunakan pendekatan filsafat dan sebagainya mendorong kepada
terbentuknya suatu ekonomi berbasis keislaman yang terfokus untuk mempelajari
masalah- masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh nilai- nilai islam. Adapun
bidang kajian yang terpenting dalam perekonomian adalah bidang distribusi.
Distribusi menjadi posisi penting dari teori ekonomi mikro baik dalam sestem
ekonomi islam maupun kapitalis sebab pembahasan dalam distribusi ini tidak
hanya berkaitan dengan aspek ekonomi belaka. Tetapi juga aspek social dan
politik sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikir ekonomi islam dan
konvesional sampai saat ini.[1]
Pada saat ini realita yang nampak adalah
telah terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam pendistribusian pendapatan
dan kekayaan baik di Negara maju atau
Negara- Negara berkembang yang mempergunakan sestem kapitalis sebagai sestem
ekonomi negaranya, sehingga menciptakan miskin di mana – mana. Menanggapi
kenyataan tersebut islam sebagai agama yang yuniversal diharapkan dapat
menyelesaikan permasalahan tersebut dan sekaligus menjadi sestem perekonomian
suatu Negara, sehingga mencipatakan kemiskinan dimana-mana. Menanggapi
kenyataan tersebut islam sebagai agama yang universal diharapkan dapat
menyelesaikan permasalahan tersebut dan sekalligus menjadi system perekonomian
suatu Negara.[2]
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa
pengertian distribusi menurut konsep ekonomi umum?
2.
Bagaimana
pemerataan distribusi pendapatan secara umum?
3.
Apa
pengertian distribusi menurut konsep ekonomi islam?
4.
Bagaimana
pemerataan distribusi pendapatan dalam islam?
5.
Bagaimanakah
bentuk distribusi dalam islam?
C.
Tujuan
pembahasan
1.
Untuk
mengetahui pengertian distribusi menurut konsep ekonomi umum
2.
Untuk
mengetahui pemerataan distribusi pendapatan secara umum
3.
Untuk
mengetahui pengertian distribusi menurut konsep ekonomi islam
4.
Untuk
mengetahui pemerataan distribusi pendapatan dalam islam
5.
Untuk
mengetahui bentuk distribusi dalam islam
BAB II
KONSEP
EKONOMI UMUM
A.
Pengertian
distribusi menurut konsep ekonomi umum
Distribusi
adalah klasifikasi pembayaran berupa sewa, upah, bunga modal dan laba, yang
berhubungan dengan tugas-tugas yang dilaksanakan oleh tenaga kerja, modal dan
pengusaha- pengusaha. Dalam proses distribusi penentuan harga yang dipandang
dari si penerima pendapatan dan bukanlah dari sudut si pembayar biaya-biaya,
distribusi juga berarti sinonim untuk pemasaran. Kadang-kadang distribusi
dinamakan sebagai fungsional distribution.[3]
Pendapatan
juga diartikan sebagai suatu aliran uang atau daya beli yang dihasilkan dari
penggunaan sumber daya property manusia. Menurut Winardi pendapatan secara
teori ekonomi adalah hasil berupa uang atau hasil materi lainnya yang dicapai
dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas. Dalam pengertian pembukuan
pendapatan diartikan sebagai pendapatan sebuah perusahaan atau individu.
Sementara
kekayaan diartikan oleh Winardi sebagai segala sesuatu yang berguna dan
digunakan oleh manusia. Istilah ini juga digunakan dalam arti khusus seperti
kekayaan nasional. Sedang Sloan dan Zurcher mengartikan kekayaan sebagai
obyek-obyek material yang ekstern bagi manusia yang bersifat : berguna, dapat
dicapai dengan angka. Kebanyakan ahli ekonomi tidak menggolongkan dalam istilah
kekayaan hak milik atas harta kekayaan, misalnya saham, obligasi, surat
hipotik. Karena dokumen tersebut dianggap sebagai bukti hak milik atas
kekayaan, jadi bukan kekayaan itu sendiri. Distribusi ditinjau dari segi
kebahasaan berarti proses penyimpanan dan penyaluran produk kepada pelanggan. [4]
Distribusi
pendapatan dan kekayaan dalam masa sekarang ini merupakan suatu permasalahan
yang sangat penting dan rumit dilihat dari keadilannya dan pemecahannya yang
tepat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh masyarakat. Tidak diragukan
lagi bahwa pedapatan sangat penting dan perlu, tapi yang lebih penting lagi
adalah cara distribusi. Jika para penghasil itu rajin dan mau bekerja keras,
mereka akan dapat meningkatkan kekayaan Negara, akan tetapi jika distribusi
kekayaan itu tidak tepat maka sebagian besar kekayaan itu akan masuk kedalam
kantong para kapitalis, sehingga akibatnya banyak masyarakat yang menderita
kemiskinan dan kelebihan kekayaan Negara tidak mereka nikmati. Oleh karena itu,
dapat di katakan bahwa kesejahteraan dan kemakmuran rakyat itu sepenuhnya
tergantung pada hasil produksi itu sendiri, tapi juga pada distribusi
pendapatan yang tepat. Kekayaan mungkin bisa dihasilkan secara berlerbihan di
setiap Negara, tapi distribusi tidak berdasarkan pada prinsip- prinsip dan
kebenaran keadilan, sehingga Negara tersebut belum dikatakan berhasil.[5]
B.
Pemerataan
Distribusi Pendapatan Secara Umum
Disekitar
permulaan telah di pelajari apa yang sekarang dinamakan distribusi pendapatan
menurut ukuran, distribusi pendapatan antara berbagai rumah tangga yang berbeda
tanpa memperhatikan kelas social rumah tangga tersebut. Dia menemukan bahwa
ketidak merataan distribusi pendapatan diantara semua Negara- Negara adalah
sangat menyolok, bahwa tingkat distribusi pendapatan yang tidak merata itu sama
saja keadaanya di suatu Negara dengan negara lainnya.[6]
Jelas
bahwa distribusi sumber- sumber produksi yang dasar mendahului proses produksi,
karena manusia hanya melakukan aktifitas produktif yang sesuai dengan metode
atau cara masyarakat dalam mendistribusikan sumber- sumber produksi. Jadi yang
pertama ialah sumber- sumber produksi baru kemudian produksi. Berkenaan dengan
distribusi kekayaan produktif, ia terkait dengan proses produksi dan
bergantung
padanya, karena ia menguasai produk yang pada gilirannya menghasilkan produksi.
Ketidak
merataan distribusi pendapatan diperlihatkan dalam bentuk grafik, grafik atau
kurva dinamakan kurva Lorenz, memperlihatkan berapa banyak pendapatan yang
diperoleh oleh suatu proporsi keluarga secara nasional. Bagaimanapun, ketika
para ekonomi kapitalis mengkaji masalah-maslah distribusi dengan kerangaka
kapitalis, mereka tidak melihat kekayaan masyarakat secara keseluruhan dan
sumber-sumber produksinya. Yang mereka kaji adalah masalah-masalah distribusi kekayaan
yang dihasilkan yakni pendapatan nasional dan bukan kekayaan nasional secara
keseluruhan. Yang mereka maksud dengan pendapatan nasional adalah seluruh
barang, modal dan jasa yang dihasilakan, atau dalam istilah yang lebih jelas,
nilai uang seluruh kekayaan yang dihasilkan selama satu tahun. Karena itu,
diskusi mengenai distribusi dalam ekonomi politik adalah diskusi distribusi
nilai uang.[7]
BAB III
KONSEP EKONOMI ISLAM
A.
Pengertian
Distribusi Menurut Konsep Ekonomi Islam
Distribusi
pendapatan merupakan suatu proses pembagian (sebagian hasil penjualan produk)
kepada factor-faktor produksi yang yang ikut menentukan pendapatan. Distribusi
pendapatan merupakan permasalahan yang sangat rumit hingga saat ini masih
sering dijadikan bahan perdebatan antara ahli ekonomi karena tidak samanya
persepsi antara perekonomian kapitalis, sosialis, yang hingga saat ini belum
bisa memberikan solusi yang adil dan merata terhadap masalah pendistribusian
dalam masyarakat. Untuk itu islam datang memberikan dasar distribusi pendapatan
dan kekayaan.[8]
Adapun prinsip
utama dalam konserp distribusi menurut pandangan islam ialah peninggkatan dan
pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan,
sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar
diantara golongan tertentu saja. Selain itu, ada pula pendapat yang menyatakan
bahwa posisi distribusi dalam aktifitas ekonomi suatu pemerintahan amatlah
penting, hal ini dikarenakan distribusi itu sendiri menjadi tujuan dari kebijakan
fiskal dalam suatu pemerintahan (selain fungsi alokasi). Adapun distribusi,
seringkali diaplikasikan dalam bentuk pungutan pajak (baik pajak yang bersifat
individu maupun pajak perusahaan). Akan tetapi masyarakat juga dapat
melaksanakan swadaya melalui pelembagaan ZIS, di mana dalam hal ini pemerintah
tidak terlibat langsung dalam mobilisasi pengelolaan pendapatan ZIS yang
diterima. Sementara Anas Zarqa mengemukakan bahwa definisi distribusi itu
sebagai suatu transfer dari pendapatan kekayaan antara individu dengan cara
pertukaran (melalui Pasar) atau dengan cara lain, seperti warisan, shadaqah,
wakaf dan zakat.[9]
Dari definisi
yang dikemukakan oleh Anas Zarqa di atas, dapat diketahui bahwa pada dasarnya
ketika kita berbicara tentang aktifitas ekonomi di bidang distribusi, maka kita
akan berbicara pula tentang konsep ekonomi yang ditawarkan oleh Islam. Hal ini
lebih melihat pada bagaimana Islam mengenalkan konsep pemerataan pembagian
hasil kekayaan negara melalui distribusi tersebut, yang tentunya pendapatan
negara tidak terlepas dari konsep-konsep Islam, seperti zakat, wakaf, warisan
dan lain sebagainya
B.
Pemerataan
distribusi pendapatan dalam islam
Sekelompok
pemikir berpandangan bahwa seseorang individu seharusnya memiliki kebebasan
sepenuhnya supaya bisa menghasilkan sejumlah kekayaan yang maksimum dengan
mengunakan kemampuan yang dia miliki. Membatasi hak individu atas hartanya
dengan memberikan pembagian harta yang tidak adil. Sementara pemikir lain
berpendapat bahwa kebebasan secara individual tetap akan berbahaya bagi
kemaslahatan masyarakat. Oleh karena itu hak individu atas harta yang dimilikinya
sebaiknya di hapuskan dan semua wewenang dipercayakan kepada masyarakat agar
supaya dapat mempertahankan persamaan ekonomi di dalam masyarakat.
Bertolak
dari kedua pendapat maka berdirilah ekonomi islam yang mengambil jalan tengah
yaitu membantu dalam menegakkan suatu system yang adil dan merata. System ini
tidak memberikan kebebasan dan hak atas milik pribadi secara individual dalam
bidang produksi, tidak pula mengikat mereka dengan satu system pemerataan
ekonomi yang seolah- olah tidak boleh memiliki kekayaan secara bebas . prinsip
utama dari system ini adalah peningkatan dan pembagian hasil kekayaan agar
sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, yang mengarah pada pembagian kekayaan
yang merata di berbagai kalangan masyarakat yang berbeda dan tidak hanya
berfokus pada beberapa golongan tertentu.[10]untuk
itu islam memberikan prinsip dasar distribusi
pendapatan dan kekayaan yang terdapat pada Al – Qur’an surat Al Hasyr
dalam ayat:
ما
أ فاءالله علىرسو له من أهل القرىفلله ولرسول - - - كى لايكون دولاةبين
الأغنياءمنكم
“ Apa saja harta
rampasan (fa’I) yang di berikan allah pada rasulnya yang berasal dari penduduk
kota – kota maka allah dan rasul . . . . . supaya harta itu jangan hanya beredar
di kalangan orang- orang kaya saja di antaramu. (Al Hasyr: 7)
Dari
ayat diatas menunjukkan bahwa islam mengatur distribusi harta kekayaan termasuk
pendapatan kepada semua masyarakat dan tidak menjadi komoditas di antara
golongan orang kaya saja. Selain itu untuk mencapai pemerataan pendapatan
kepada masyarakat secara obyektif, islam menekankan perlunya membagi kekayaan
kepada masyarakat melalui kewajiban membayar zakat, mengeluarkan infak, serta
adanya hokum waris dan wasiat serta hibah. Aturan ini diberlakukan agar tidak
terjadi konsentrasi harta pada sebagian kecil golongan saja. Hal ini berarti
pula agar tidak terjadi monopoli dan mendukung distribusi kekayaan serta
memberikan latihan moral tentang pembelanjaan harta secara benar.[11]
C.
Bentuk
Distribusi dalam Islam
Ada
beberapa bentuk distribusi kekayaan atau pendapatan yang diatur oleh islam,
yaitu: sewa atas tanah, upah bagi pekerja, imbalan atas modal, dan laba bagi
perusahaan.
1.
Sewa
atas tanah
Sebagaimana
di ketahui bahwa Allah swt menciptakan dunia dan isinya dimaksudkan agar di
manfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Unsur- unsur produksi yang terkandung
di dalam sumber kekayaan tersebut merupakan rezeki dari allah agar manusia
dapat menggali dan menggunakan kekayaan tersebut untuk kemakmuran umat manusia.
Islam mengakui tanah sebagai factor produksi yang dapat di manfaatkan untuk
memaksimalkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dengan memperhatikan prinsip dan
etika ekonomi. Al Qur’an maupun as Sunnah banyak memberikan tekanan pada
pembudidayaan tanah yang baik.[12]
hal ini didasarkan pada beberapa aturan yang menunjukkan perhatian perlunya
mengubah tanah kosong menjadi lahan yang bermanfaat dengan mengadakan
pengaturan pengairan dan menanaminya dengan tanaman yang baik.
Terdapat
perbedaan pandangan di kalangan ulama’ mengenai keabsahan sewa. Hal ini di
sebabkan karena Rasulullah pernah melarang melakukan pennyewaan tanah namun
pada kesempatan lain Rasulullah memperboledhkan aktivitas itu baik secara tunai
maupun bagi hasil. Rahman menegaskan bahwa mengenai sewa ada kelompok pemikir
yang menganggap system bagi hasil sebagai sesuatu yang tidak sah atau haram.
Pendapat ini didasarkan atas hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa rasulullah
melarang penyerahan tanah dengan persewaan dan pembagian hasil dengan mengambil
hasil tanah.[13]
Rasulullah
juga memerintahkan kepada pemilik tanah agar menggarap tanah mereka sendiri
atau menyerahkan kepada orang lain tannpa memungut pembayaran sewa. Karena Nabi
saw tidak menyukai sewa dalam bentuk apapun. Alasan larangan sewa tersebut
didasarkan adanya indikasi bahwa penggarap tanah akan di eksploitasi semata-
mata untuk kepentingan pemilik tanah sehingga hal ini di larang.[14]namun
dalam keterangan lebih lanjut mannan mengatakan bahwa sewa di pandang dari
hokum islam tidak bertentangan dengan ekonomi islam. Menurutnya mengenai sewa
usaha produktif diperlukan dalam proses menciptakan nilai secara bersama karena
pemilik modal dan pengusaha ikut berperan aktif dalam produksi barang atau
jasa. Pengambilan sewa harus di dasarkan pada prinsip “tidak menganiaya atau
dianiaya”. Hal tersebut juga dijelaskan pada surat Al Baqaroh: 279.
فإن
لم تفعلوا فأ ذنوا بحرب من الله ورسوله وإن تبتم فلكمءوس اموا لكم لاتطلعون ولا
تظلمون
“Jika kamu
tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Alloh dan rosulnya, tetapi
jika kamu bertaubat, maka kamu berhak atas pokok hartamu, kamu tidak berbuat
dzolim (merugikan) dan tidak di dzolimi atau dirugikan.”
2.
Upah
bagi pekerja
Upah
adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan.
Benham mendefinisikan upah dengan sejumlah uang yang dibayar oleh orang yang
memberi pekerjaan kepada seorang pekerja atas jasanya sesuai dengan perjanjian.[15]
Islam memperbolehkan seseorang menngontrak para pekerja. Terdapat juga dalam hadist Nabi saw: HR.
Abdul Razak “apabila salah seorang diantara kalian mengkontrak
(tenaga)seorang, maka hendaknya diberitahu tentang upahnya.”
Tenaga
kerja adalah salah satu factor produksi. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah
usaha yang dilakukan manusia baik dalam bentuk fisik maupun mental dalam rangka
menghasilkan produk dalam bentuk barang maupun jasa. Hasil produk ini nilainya
diukur dengan kemampuannya menambah manfaat atas barang atau jasa yang sudah
ada.
Beberapa
ayat dan hadis Nabi saw, menjelaskan bahwa dalam pemberian upah kepada pekerja
merupakan sesuatu yang di wajibkan karena telah mengunakan tenaga orang lain.
Upah atau gaji dapat di jadikan sebagai alat pendorong seseorang untuk giat
bekerja. Upah adalah sebagai imbalan dari jerih payah seseorang atas pekerjaan
yang telah dilakukan yang harus di berikan secara adil. Sesugguhnya Allah
menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan.[16]
Maksud
ayat ini adalah bahwa seseorang yang bekerja harus mendapatkan upah yang adil
sesuai dengan kondisi yang wajar dalam mayarakat. Seorang pekerja tidak boleh
diperas tenaganya sementara upah yang diterima tidak memadai. Demikian pula
seseorang pekerja tidak boleh dibebani pekerjaan yang terlalu berat di luar
kemampuannya. Majikan bertanggung jawab terhadap pembayaran upah pekerja pada
saat pekerja tersebut membutuhkan. Rasulullah saw menganjurkan pembayaran upah
kepada seorang pekerja sebelum keringat pekerja itu kering.
Demikian
islam memberikan penjelasan tentang keharusan membayar upah kepada seorang
pekerja. Dalam melakukan pembayaran upah ini harus disesuaikan dengan apa yang
telah dilakukan dan dianjurkan untuk membayar upah secepatnya.
3.
Imbalan
atas modal
Modal
dalam ilmu ekonomi islam dipandang sebagai sesuatu yang khusus karena dalam
islam ada larangan yang tegas mengenai riba atau bunga yang dapat merugikan
pekerja. Modal adalah sesuatu yang diharapkan dapat memberikan penghasilan
pemiliknya tanpa harus mengambil bunga darinya. Tabungan yang terkumpul dari
masyarakat menjadi sejumlah modal. Akumulasi tabungan yang terkumpul sebagai
modal digunakan perusahaan untuk menyediakan barang modal dalam melakukan
produksi untuk memperoleh keuntungan lain yang lebih besar.
Tabungan
adalah hasil dari kumpulan pendapatan masyarakat yang tidak digunakan untuk
membeli barang-barabg konsumsi. Dalam ajaran islam tabungan yang diakumulasikan
harus diinvestasikan. Bagi pemilik tabungan akan mendapatkan imbalan dari hasil
investasi dalam bentuk bagi hasil dan bukan bunga. Sebab bunga termasuk dalam
wilayah riba. Larangan riba dengan tegas dinyatakan dalam islam.[17]
واحل
الله البيع وحرم الربوا
“ Dan Alloh telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba”
Penggunaan
kata riba dimaksudkan pada setiap perbuatan mengambil sejumlah yang berasal
dari orang yang berhubungan secara berlebihan. Kenyataan dengan adanya
penambahan yang bersifat tetap adalah dilarang karena modal yang ditanam dalam
perdagangan mungkin mendatangkan untung yang tidak tetap atau bahkan mengalami
kerugian. Sehingga modal yang ditanam dalam bank yang menghasilkan bunga tetap
tanpa adanya resiko kerugian juga dilarang.
Sebagaimana
manan menegaskan bahwa islam mengakui modal serta peranannya dalam proses
produksi. Islam juga mengakui bagian modal dalam kekayaan nasional. Hanya
sejauh mengenai sumbangannya yang ditentukan sebagai prosentase laba yang
berubah-ubah dan diperoleh bukan dari prosentase tertentu dari kekayaan itu
sendiri.[18]Hal ini
berarti bahwa sebenarnya islam memperbolehkan pengambilan bagian keuntungan
atas modal namun besarnya tidak boleh ditetapkan bedasarkan prosentase dari
modal.
Secara
umum dapat di simpulkan bahwa islam memperoleh kan adanya imbalan berupa laba
bagi peranan modal dalam proses produksi yang bersifat tidak tetap sesuai
dengan kondisi perusahaan yang suatu saat mengaklami keuntungan serta asumsi
pada suatu saat akan mengalami kerugian.
4.
Laba
bagi pengusaha
Laba
merupakan bagian keuntungan seorang pengusaha sebagai imbalan atas usahanya
mengelola perusahaan dengan menggabungkan berbagai factor produksi untuk
mencapai hasil sebanyak-banyaknya serta membagi keuntungan perusahaan kepada
pemilik factor produksi yang lebih dalam penyelenggaraan produksi. Dalam
kerangka ekonomi islam keuntungan mempunyai arti lebih luas sebab bunga pada
modal tidak dibenarkan oleh islam.
Seorang
pengusaha dituntut mempunyai moral tinggi, menjaga kejujuran dalam perhitungan,
pencatatan maupun pembagian keuntungan. Seorang pengusaha harus bekerja dengan
benar, karena hal-hal sebagai berikut:
a.
Faktor-faktor
produksi yang di kelolanya merupakan suatu amanah.
b.
Dia
harus membayar upah kepada para pekerja tanpa harus menganiaya pekerja.
c.
Dia
harus berlaku adil dalam membagi keuntungan kepada yang berhak menerimanya.
d.
Seorang
pengusaha diperbolehkan mengambil keuntungan atas perananya dalam menjalankan
perusahaan.
Dari uraian diatas dapat di
simpulkan bahwa islam tidak melarang setiap pemilik factor produksi yang
terlibat dalam penyelenggaraan produksi menerima imbalan sesuai dengan apa yang
telah di lakukannya. Pemberian imbalan tersebut merupakan konsekuensi adanya
kepemilikan terhadap factor produksi yang tidak boleh mengorbankan pemmilik
factor produksi lainnya.
BAB IV
ANALISA
Dari penjelasan di atas
kita dapat menganalisis:
1.
Bahwa
Distribusi pendapatan dan kekayaan dalam masa sekarang ini merupakan suatu
permasalahan yang sangat penting dan rumit dilihat dari keadilannya dan
pemecahannya yang tepat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh masyarakat.
Tidak diragukan lagi bahwa pedapatan sangat penting dan perlu, tapi yang lebih
penting lagi adalah cara distribusi, maka dari itu ekonomi islam di berlakukan
oleh negara seperti halnya tinggi rendahnya tigkat kemiskinan di suatu Negara.
Teori distribusi hendaknya dapat mengatasi masalah distribusi pendapatan di
berbagai kelas rakyat. Terutama harus mampu menjelaskan fenomena,bahwa rakyat
sebagian kecil orang kaya raya, sedangkan sebagian besar tergolong orang
miskin.
2.
Dalam
ajaran islam tabungan yang diakumulasikan harus diinvestasikan. Bagi pemilik
tabungan akan mendapatkan imbalan dari hasil investasi dalam bentuk bagi
hasil dan bukan bunga. Sebab bunga termasuk dalam wilayah riba.
BAB
V
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas disimpulkan:
1. Pengertian distribusi
menurut konsep ekonomi umum adalah klasifikasi pembayaran berupa sewa, upah,
bunga modal dan laba, yang berhubungan dengan tugas-tugas yang dilaksanakan
oleh tenaga kerja, modal dan pengusaha- pengusaha. Ketidak merataan distribusi
pendapatan diperlihatkan dalam bentuk grafik, grafik atau kurva dinamakan kurva
Lorenz, memperlihatkan berapa banyak pendapatan yang diperoleh oleh suatu
proporsi.
2.
Distribusi
menurut konsep ekonomi islam Distribusi pendapatan merupakan suatu proses
pembagian ( sebagian hasil penjualan produk ) kepada factor-faktor produksi
yang yang ikut menentukan pendapatan. Distribusi pendapatan merupakan
permasalahan yang sangat rumit hingga saat ini masih sering dijadikan bahan
perdebatan antara ahli ekonomi karena tidak samanya persepsi antara
perekonomian kapitalis, sosialis, yang hingga saat ini belum bisa memberikan solusi
yang adil dan merata terhadap masalah pendistribusian dalam masyarakat. Untuk
itu islam datang memberikan dasar distribusi pendapatan dan kekayaan.
3.
Ketidak
merataan distribusi pendapatan diantara semua Negara- Negara adalah sangat
menyolok, bahwa tingkat distribusi pendapatan yang tidak merata itu sama saja
keadaanya di suatu Negara dengan negara lainnya, karena manusia hanya berusaha
melakukan aktifitas produktif yang sesuai dengan metode atau cara masyarakat
dalam mendistribusikan sumber- sumber produksi.
4.
Ekonomi
islam mengambil jalan tengah yaitu membantu dalam menegakkan suatu system yang
adil dan merata. System ini tidak memberikan kebebasan dan hak atas milik
pribadi secara individual dalam bidang produksi, tidak pula mengikat mereka
dengan satu system pemerataan ekonomi yang seolah- olah tidak boleh memiliki
kekayaan secara bebas . Islam mengatur distribusi harta kekayaan termasuk
pendapatan kepada semua masyarakat dan tidak menjadi komoditas di antara
golongan orang kaya saja. Selain itu untuk mencapai pemerataan pendapatan
kepada masyarakat secara obyektif.
5.
Bentuk
distribusi kekayaan atau pendapatan yang diatur oleh islam, yaitu:
a.
Sewa
atas tanah
b.
Upah
bagi pekerja
c.
Imbalan
atas modal
d.
Laba
bagi pengusaha
Daftar
pustaka
Ash Shadr, Muhammad
Baqir. Buku Induk Ekonomi Islam. Jakarta:
Zahra, 2008).
Chapra, M. Umer, Islam
dan Tantangan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
Muhammad,
Ekonomi Mikro Dalam Perespektif Islam.Yogyakarta: BPFE,2004.
Manan,
M. Abdul, Ekonomi Islam: Teori dan Prakktek, (terjemahan). Yogyakarta:
PT. Dana Bakti Wakaf, 1993.
Muslehuddin, Muhammad. Wacana
Baru Manajemen dan Ekonomi Islam.yogyakarta: IRCiSod,1982.
Nabhani,Taqyuddin
An. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Prespektif Islam.Surabaya:
Risalah Gusti,1996.
Nasution,
Mustafa Edwin. Pengenalan eksklusif: Ekonomi Islam.Jakarta: Kencana,
2007.
Saiful
hadi, study hadis ekonomi, bagaimanakah konsep distribusi dalam islam.http://
shayaeconomy. Blogspot. Di access 20 Mei 2010
Rahman, Afzalur, Doktrin
Ekonomi Islam jilid II. Yogyakarta: PT. Dana Bakti Waqof,1995.
Richard G. Lipsey dan peter
O. Steiner, Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: PT. Bina Aksara,1985.
http:// asramabanjar.
Wordpress. Com.
[1] Afzalur Rahman, Doktrin
Ekonomi Islam jilid II (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Waqof,1995)
[2] Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan
eksklusif: Ekonomi Islam(Jakarta: Kencana, 2007)
[3] Richard G. Lipsey dan
peter O. Steiner, Pengantar Ilmu Ekonomi (Jakarta: PT. Bina
Aksara,1985)247
[4] Afzalur Rahman, Doktrin
Ekonomi Islam jilid II
[5] Ibid, .
[6] Richard G. Lipsey dan
peter O. Steiner, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal 250
[7] Ibid. 152
[8] Saiful hadi, study hadis
ekonomi, bagaimanakah konsep distribusi dalam islam.http://
shayaeconomy. Blogspot. Di access 20 Mei 2010
[9] Taqyuddin An Nabhani, Membangun
Sistem Ekonomi Alternatif; Prespektif Islam(Surabaya: Risalah Gusti,1996)
[10] Afzalur Rahman, Doktrin
Ekonomi Islam jilid II hal 92 - 93
[11] Muhammad, Ekonomi Mikro
Dalam Perespektif Islam(Yogyakarta: BPFE,2004)
[12] Muhammad Abdul Manan, Ekonomi
Islam: Teori dan Prakktek, (terjemahan), Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf,
1993, h.56.
[13] Afzalur Rahman, Doktrin
Ekonomi Islam jilid II,.hal 279
[14] Manan, Op. cit.
[15] Rahman, Doktrin
Ekonomi …… ,hal 36
[16] Q.S. 16: 90
[17] Qs. 2: 282
[18] Manan. Ekonomi Islam:
Teori dan Prakktek,………124
Tidak ada komentar:
Posting Komentar